Selamat datang di Buletin Seguecast, buletin mengenai budaya populer oleh orang-orang tidak populer. Buletin ini adalah proyek baru segenap kru Seguecast untuk menjawab sebuah pertanyaan yang kerap dilontarkan orang-orang: “Ada rekomendasi bacaan gak?” Apabila teman-teman pembaca sekalian ditanyakan pertanyaan ini di masa depan, jawablah dengan badan yang tegap dan tangan dalam posisi hormat: Buletin Seguecast.
EDISI KEDUA DALAM SATU MINGGU! Baik saya maupun Anjing/Siswa tidak menyangka ketika kita mulai menulis beberapa hari yang lalu hasil akhirnya akan sama-sama essai yang kepalang panjang.
Kemarin Anjing bilang bahwa edisi ini akan berisi lovely contents yang khas saya namun sejujurnya saya rasa tulisan minggu ini lebih tepat disebut… cheesy. Silakan baca sendiri di bawah bagaimana sebuah anekdot singkat tentang VTuber favorit saya Hana Macchia diulur dan diadon sedemikian rupa menjadi essai/curhat sepanjang 2200 kata. Kalau kebetulan teman-teman justru suka membaca curahan hati orang asing, tidak ada salahnya berlangganan buletin ini lewat form di bawah.
Baik untuk mengisi waktu luang maupun prokrastinasi, semoga teman-teman sekalian yang nyasar ke laman buletin ini tidak menyesal dan dapat menemukan sesuatu yang cukup berfaidah sebagai ganti dari waktunya. Selamat menjelang akhir pekan!
~ delta
delta: Memberi Ruang dan Jarak dalam Menjalin Hubungan Antardimensi
Disclaimer: ini bukan segmen konsultasi hubungan dan Buletin Seguecast belum berubah menjadi majalah gosip tahun 2000an.
Mungkin tidak sedikit manusia yang pertama kali melangkah ke dunia Youtuber Virtual melalui generasi pertama Nijisanji ID: robot jagung idola Zea Cornelia; koki Naan korporat Taka Radjiman; dan bule dua dimensi Hana Macchia. Satu setengah tahun setelah trio ini debut, VTuber sebagai format hiburan sudah bersarang dengan nyaman di kesadaran kolektif banyak orang. Alasannya jelas dan baik; di tengah-tengah kemarau kontak sosial akibat wabah penyakit yang tak kunjung usai, stream dan clip harian dari Youtuber favorit seringkali dapat menjadi obat mujarab untuk perasaan bosan, sunyi, sepi, dan terasingkan dari dunia luar. Mengkonsumsi konten-konten dari kolektif VTuber seperti Hololive dan Nijisanji terasa seperti berada di tengah kumpulanteman baik baru yang selalu sukses memberikan tawa, kebahagian, dan distraksi dari dunia luar yang secara harafiah saat ini melaju menuju kehancuran.
Salah satu hal menarik dan cukup penting yang sepertinya masih kurang terjadi adalah usaha untuk menilik dan mendefinisikan hubungan kita dengan kawan-kawan Youtuber Virtual yang kontennya kita konsumsi. Hal yang memantik tulisan telat minggu ini muncul dari stream ulang tahun Hanamaki Kamis kemarin. Sekitar 7 jam dari awal stream mbak Hanmak tersapu badai emosi ketika menonton video ulang tahun kiriman Nijisenja (nama resmi fan-nya) sebelum akhirnya meleleh menjadi genangan air mata hangat. Beberapa saat setelah itu kemudian diisi monolog penuh isak haru mengenai kecemasan-kecemasannya sebagai seorang Youtuber Virtual dan kelegaan dan afirmasi yang dia dapatkan dari Nijisenja. Sebuah momen kerapuhan terasa benar-benar nyata dan jujur; sesuatu yang cukup jarang bisa ditemui di zaman dimana mayoritas interaksi daring kita dimanufaktur untuk motivasi kapitalistik.
Adalah sebuah sentakan yang lumayan hebat ketika menyadari betapa intens respon emosional yang saya berikan ketika menyaksikan kejadian di atas. Seluruh emosi dan setiap kata yang tercurah selama 10-15 menit dari karakter VTuber dua dimensi yang cuma dikenal lewat stream dan media sosial ini bisa terasa sama nyatanya dengan emosi yang saya dengar dari, misal, teman sangat dekat di dunia nyata. Ya, adalah benar avatar dan persona yang bernama Hana Macchia ini dikendalikan oleh seorang gadis yang hidup di dunia yang sama dengan kita semua; sebutlah namanya Bunga. Namun adalah benar juga kita tidak sedang berinteraksi dengan Bunga; bahkan sebagian orang mungkin tidak memikirkan keberadaan Bunga sama sekali.
TL;DR gadis dua dimensi very powerful tidak boleh diremehkan. Ilustrasi situasi tempo hari dapat dilihat di Gambar 1 di bawah:
Memang, kalau dipikir-pikir komitmen emosional semacam ini bukan sesuatu yang baru. Toh saya juga tidak pernah gagal mengeluarkan air mata setiap membaca ulang arc Arlong Park dan melihat adegan ini. Lagi, sebenarnya bersahabat dengan persona yang tak pernah kita lihat penampilan aslinya mirip-mirip lah dengan mendapat sahabat pena baru lewat Majalah Bobo. Hubungan psikologis satu arah antar pemirsa dan figur penghibur—hubungan parasosial—sendiri tidak hanya telah dikaji sejak 1956, tapi juga tidak cuma sekali muncul sebagai topik hangat diskursus daring.
Lalu karakteristik apa yang membuat topik yang sama cukup menarik untuk dibahas dalam konteks VTuber?
Satu yang cukup kentara adalah durasi, frekuensi, dan kebaruan konten para Youtuber Virtual ini. Berbeda dengan media hiburan tradisional yang mayoritas diterbitkan dengan durasi, frekuensi, dan kebaruan yang tetap, stream dan konten VTuber zaman sekarang bisa datang kapan saja dengan durasi minimal 1 jam dan yang paling penting, hampir selalu disiarkan secara langsung. Karakteristik pertama ini menurut saya adalah pembeda utama VTuber kontemporer dengan senior-seniornya; tingginya volume dan frekuensi siaran langsung inilah yang memudahkan imersi kita terhadap format hiburan satu ini.
Tak peduli seberapa fantastik karakter yang mereka perankan, mau itu seekor naga atau shaitan harafiah, ketika seorang/ekor VTuber siaran secara langsung mereka tinggal di dimensi waktu yang sama dengan kita. Tambahkan kelakuan semacam siaran ketahanan 12 jam atau guerilla stream yang muncul tanpa permisi, hasilnya adalah sebuah pola interaksi yang organik dan tak terputus. Menarik untuk disadari bahwa pola interaksi ini adalah sebuah antitesis dari format hiburan zaman dahulu yang terencana; ada alasan kenapa acara televisi/radio dulu disebut program. Oleh karena itu, tidak aneh apabila perasaan yang timbul saat masuk ke siaran langsung VTuber favorit kita dan berpartisipasi di livechat jadi sejenis dengan perasaan membuka groupchat teman dekat dan mencari teman ngobrol setelah jam kerja. Atau sebelum jam kerja. Atau pada jam kerja.
Di linimasa lain dimana kita bisa keluar rumah tanpa rasa takut resiko kehilangan uang untuk tes PCR dan berobat, VTuber akan tetap sukses—meski mungkin di tingkat yang berbeda. Interaksi, obrolan, dan hubungan emosional adalah hal yang lebih sulit didapatkan saat ini, maka dari itu kepopuleran VTuber terasa lebih seperti berkat dari Tuhan untuk mengisi ruang kosong yang disediakan COVID daripada konsekuensi alami dari kemajuan teknologi penyiaran. Meski begitu, tidak sulit menyadari bahwa penghuni baru ruang kosong di relung hati kita ini cukup berbeda dengan yang lama.
Kapabilitas interaksi yang ekstensif adalah hal yang membedakan perbincangan mengenai hubungan parasosial dalam konteks lama (aktor, aktris, selebritas) dan baru (streamer, VTuber). Dengan tersedianya kanal seperti live chat yang memungkinkan penikmat konten untuk “berbicara” dengan pembuat konten, tercipta semacam kesan bahwa kedua sisi hubungan ini adalah setara; bahwa penikmat dan pembuat konten memiliki hak dan batasan yang sama dalam interaksinya. Bagi kawan sekalian yang berpikir seperti ini dengan berat hati saya informasikan bahwa kesan ini adalah ilusi belaka. Hak dan batasan kita sebagai penikmat konten, tentu saja dapat diraba dan dikira-kira menggunakan sihir legendaris yang bernama akal sehat. Saya cukup yakin 99.9% dari kita juga tahu mana yang boleh dan tidak secara bawah sadar, namun tentu kita tak bisa menyangkal betapa mudahnya keterusan ketika kita merasa nyaman berada dalam suatu hubungan/lingkaran sosial, apapun bentuknya.
Hal yang entah sebuah berkah atau kutukan: fitur-fitur semacam superchat atau membership, yang memberi cara untuk mengubah afeksi kita menjadi sesuatu yang materiil, juga secara tidak langsung bisa mengaburkan lebih jauh hubungan kita dengan para VTuber. Menyematkan nilai moneter pada sebuah hubungan dapat perlahan mengubahnya menjadi lebih transaksional; tak jarang ada harapan atau keinginan yang dititipkan di setiap donasi penikmat konten, baik itu sesederhana ucapan terima kasih atau sesuatu yang lebih di awang-awang seperti sebuah hubungan pertemanan yang sebenarnya. Harapan yang absurd tentu, tapi asal-usulnya masih bisa dirunut dan dijelaskan. Di ranah streamer 3 dimensi, hal ini sudah cukup sering dibicarakan dan ada satu dokumentasi yang patut disimak kalau ingin lebih mendalami isunya:
Fakta bahwa kejadian semacam ini sepertinya belum banyak ada pada komunitas Youtuber Virtual adalah hal yang patut diselebrasi. Dari yang terlihat sekilas, hubungan antar VTuber dan penggemarnya relatif lebih sehat dan teetee daripada saudara 3 dimensinya yang didokumentasikan di atas, setidaknya dalam konteks hubungan parasosial. Cukup melegakan juga bahwa di beberapa kesempatan tidak cuma satu VTuber dengan audiens yang besar memberi peringatan hangat tentang mengirimkan superchat dengan bertanggungjawab.
Ada satu aspek lain yang rasanya juga efektif mengurangi tendensi penonton VTuber pada umumnya untuk jadi kelewat batas: ̷̷̷S̷E̷B̷U̷A̷H̷ ̷T̷E̷K̷N̷I̷K̷ ̷P̷A̷M̷U̷N̷G̷K̷A̷S̷ ̷B̷E̷R̷N̷A̷M̷A̷ ̷B̷A̷N̷ ̷H̷A̷M̷M̷E̷R̷ tak lain dan tak bukan pemahaman penuh bahwa tak ada cara menyeberangi jurang antardimensi yang memisahkan mereka dengan karakter yang ditontonnya.
Sulit sekali menafikan fakta bahwa lapisan identitas tambahan seorang VTuber jauh lebih banyak manfaatnya daripada mudharat-nya. Bagi seorang pembuat konten, beraktivitas di balik alias karakter dua dimensi tak hanya dengan efektif memisahkan kehidupan pribadinya dari segala macam masalah yang dibawa ketenaran, tapi juga menghilangkan segala macam prasangka dan ekspektasi yang mungkin akan tertempel di penampilan fisiknya. Bagi kita sebagai penikmat konten, selain menjadi daya tarik tersendiri dengan kemungkinan setting cerita yang tak terbatas, avatar dua dimensi seorang VTuber juga berfungsi sebagai semacam rambu jalan yang mengingatkan kita tentang realita hubungan kita dengan konten yang kita konsumsi.
Jadi apa sebenarnya tujuan ditulisnya segmen tidak singkat ini? Apakah Seguecast mendukung atau menyayangkan keberadaan VTuber? Apakah hubungan emosional yang terjalin antara VTuber dan audiensnya nyata? Apakah semua ini hanyalah sebuah rangkaian promosi terselubung dan terstruktur untuk channel Youtube Obelisk The Tormentor?
Di titik ini sepertinya sudah cukup banyak essay yang lebih mendalam dan well-researched mengenai Youtuber Virtual dan daya tariknya. Pembaca sekalian juga tentunya punya kesadaran bahwasanya kasus-kasus doxxing yang dialami beberapa VTuber adalah ulah orang-orang amoral tanpa akal sehat dan rasa hormat terhadap privasi. Ada berbagai macam aturan dan hukum yang dilanggar disitu yang dapat kita pegang untuk dengan pasti menyatakan bahwa ya, kejadian semacam ini sangat-sangat salah dan tidak seharusnya terjadi. Dua tesis di atas seharusnya sudah cukup jelas dan sangat mudah dipahami. Sesungguhnya tulisan tentang VTuber di Buletin Seguecast edisi ini adalah usaha untuk mengeksplorasi satu hal lain yang sedikit lebih susah disadari dan dipahami:
perasaan.
Ini bukan bercanda, mari kita kembali ke anekdot pribadi saya mengenai Hana Macchia. Tak terbantahkan bahwa respon emosional meluap di dada saya ketika mendengar tangisan sedu sedan dan curahan keresahannya sebagai VTuber adalah nyata. Valid. Intens. Ada 2 pertanyaan yang kemudian menyusul:
̷S̷i̷h̷i̷r̷ ̷ Mekanisme macam apa sebenarnya yang tiba-tiba tanpa saya sadari sukses membentuk hubungan emosional yang seerat ini antara orang yang sekedar ketawa-ketawa bermain game dan orang yang menontonnya (full disclosure: saya bahkan tidak pernah kirim superchat maupun join membership)
Sebenarnya hubungan saya dan luwak yang saya tonton ini… apa?
Dua pertanyaan itu adalah titik nol tulisan ini. Bahasan tentang frekuensi dan kebaruan siaran, mode interaksi baru seperti superchat, dan manjurnya lapisan identitas tambahan dari seorang VTuber kurang lebih membantu menjawab pertanyaan pertama. Tentu versi singkat jawabannya bisa sesimpel karena saya merasa cocok dengan konten dan humor mbak Hanmak dan perasaan terhibur setiap menonton klip-klip streamnya akhirnya menumpuk menjadi bukit yang tinggi. Tapi penelusuran kontur dari hubungan ini dan faktor-faktor yang mendukung pembentukannya saya rasa merupakan topik yang cukup menarik dan penting untuk dibahas. Self-awareness dan pemahaman atas asal sebuah hubungan selalu penting dalam memastikan bahwa kita tidak melangkahi batasan apapun.
Pertanyaan nomor dua agak sedikit lebih sulit dijawab. Bahkan setelah kita lumayan berputar-putar di mekanisme hubungan parasosial di atas, masih kurang sreg untuk mendefinisikan hubungan antara seorang VTuber dan fansnya sebagai hubungan parasosial satu arah apalagi kalau kita mau mengakui bahwa ada jenis-jenis konten dan humor yang memang dengan sadar flirting with the limit of normal level of closeness antara seorang pembuat konten di platform non-R18 seperti Youtube dan audiensnya. Sayangnya(?) saya tidak punya pengetahuan tentang konten menakjubkan dan tingkat kedekatan sejenis yang terkunci dibalik membership-membership VTuber sohor.
Namun hal yang lebih membuat saya cukup ragu untuk memanggil hubungan ini satu arah dibanding konten-konten ajaib yang disinggung sepintas tadi adalah momen-momen personal penuh airmata yang kadang terselip keluar dari balik avatar dua dimensi. Rasanya cukup masuk akal untuk berasumsi tidak hanya para penonton saja yang merasa lebih akrab dengan VTuber yang mereka kagumi; para VTuber yang sama pun tentunya merasa lebih akrab (meskipun mungkin dari sudut pandang mereka kita lebih terlihat seperti sebuah gumpalan kolektif kegilaan yang konyol tapi menggemaskan alih-alih kumpulan individual) dan lebih mudah merasakan semacam keterikatan emosional dengan penontonnya.
Maka jawaban terdekat dari pertanyaan nomor dua seharusnya adalah semacam monster chimera yang tercipta dari gabungan perasaan akrab, kagum, sayang, hormat, nyaman dan perintilan lainnya; deskripsi yang cukup pantas juga disematkan pada semacam final boss komik shonen atau JRPG. Di titik ini agaknya kita semua bisa sepakat bahwa tak urusan memberi label untuk hubungan ini tidak terlalu penting. Yang lebih penting sepertinya adalah cara kita menangani perasaan-perasaan yang bisa muncul dari hubungan kita dengan para VTuber ini.
Video di atas sama sekali tidak berhubungan dengan essai ini tapi boleh dijadikan BGM ketika membaca paragraf-paragraf berikut.
Di era dimana internet dan media sosial seharusnya memungkinkan kita untuk menjalin hubungan dengan siapapun, entah mengapa banyak dari kita justru lebih dilanda rasa kesepian, lapar akan hubungan emosional dan perasaan yang riil. Di situasi semacam inilah umat manusia cukup beruntung untuk disuguhi kesempatan berinteraksi sosial dalam format yang sekarang kita sebut Virtual Youtuber (-ing?).
Ada beberapa perasaan tertentu yang sempat saya singgung dalam paragraf-paragraf di atas: keresahan mbak Hana mengenai kemampuannya sebagai kreator konten dan kelegaannya ketika sadar bahwa aktivitasnya masih sangat menyentuh hidup audiensnya secara positif; kebahagiaan penuh syukur dari teman-teman Nijisenja atas kehadiran Hanamaki di hidup mereka; kebiruan saya sendiri ketika mengetahui VTuber yang saya kagumi bergelut diam-diam dengan insecurity; rasa nyaman yang banyak orang rasakan ketika bercanda bersama lewat fitur live chat; kekecewaan orang-orang yang kadung menitipkan terlalu banyak harapan pada superchat; dan lain-lain. Semua perasaan ini adalah adalah senyata-nyatanya perasaan, dan tak ada siapapun yang bisa menepis nilai dan kepentingannya kecuali diri kita sendiri.
Fakta bahwa semua perasaan itu sungguhan-lah yang justru menjadi alasan perlunya kita melamunkan kontur, asal, dan nuance-nya dengan teliti. Saya rasa di titik ini pembaca sekalian sudah paham bahwa meskipun tidak ada yang salah dengan sebagian besar hubungan kita dengan para VTuber, mekanisme dan mode interaksi untuk sampai di hubungan itu cukup punya tendensi untuk mengaburkan persepsi ruang dan jarak antara kedua pihak yang terlibat. Tingkat keterikatan yang tinggi, posisi dua pihak yang tidak sejajar, dan miskonsepsi atas batasan-batasan yang ada harusnya sudah cukup terasa seperti lampu kuning dari sebuah hubungan.
Cukup lucu kalau memikirkan bahwa sekitar 1500 kata di atas tidak akan lahir kalau saya sendiri tidak dengan tanpa sadar menjalin keterikatan emosi dengan salah satu dari banyak avatar 2D di luar sama. Tulisan ini bukan ditujukan sebagai semacam sirine bencana untuk mendorong orang-orang berevakuasi dengan panik dari mengkonsumsi konten Youtuber Virtual. Tadi sempat tersebut kalau 99.9% kita sudah punya cukup akal sehat untuk menghindari melakukan hal semacam doxing, dan rasanya slogan simp responsibly juga cukup ampuh untuk mencegah kemiskinan instan dari kemurahan hati yang berlebih.
Tapi mungkin. Mungkin ada sekian persen teman-teman yang mayoritas interaksi sosialnya saat ini di/terbatasi dalam mode live chat atau superchat atau marshmallow atau swipe bawah linimasa Twitter karakter favoritnya saja. Mungkin ada segelintir VTuber yang mencurahkan lebih dari 100% emosi, waktu, dan energinya untuk menghibur audiensnya. Bagi orang-orang yang merasa sedikit terlalu biru ketika tiba saatnya mengucapkan otsukare untuk mengakhiri siaran langsung hari ini, atau merasa kesepian dan sulit memalingkan pikiran dari kapan jadwal siaran selanjutnya, mungkin mundur dan beristirahat sekali-sekali adalah ide yang patut dicoba. Tak ada salahnya memberikan lebih banyak ruang dan jarak pada hubungan antardimensi, dan memberikan kesempatan lebih untuk hubungan intradimensi kalian.
Sekelebat Racauan
delta:
Satu hal yang tidak bisa diselipkan pada essai di atas adalah sebuah curhatan kalau misalkan salah satu highlight Februari saya adalah reaksi 2/3 dari 3set BBQ terhadap salah satu submisi dialog cheesy saya. Kalau boleh jujur sesungguhnya salah satu impetus terbitnya Buletin Seguecast edisi pertama adalah perasaan senang yang saya temukan ketika sesuatu yang saya tulis dapat membuat banyak orang tertawa. Hamdalah.
Hasil Manga Taisho Award tahun ini sudah keluar dan pemenangnya adalah Sousou no Frieren! Saya masih sedikit kecewa karena translasi judul barat resminya bukan Frieren at The Funeral, namun tak apa lah. Manga ini sendiri sudah pernah saya rekomendasikan di episode Tierlist Shonen Jump Seguecast, jadi bisa lompat kesitu kalau mau tahu apa yang membuat Frieren sangat pantas memenangkan Manga Taisho tahun ini.
Sebuah kabar gembira dari trio teteh-teteh favorit saya, Perfume. Dua film dokumenter tech demo berkedok mini-concert mereka akan rilis di Netflix internasional minggu ini! Saya sendiri pernah menulis sedikit lamunan mengenai salah satunya di blog pribadi saya yang literally isinya cuma satu artikel, jadi juga bisa lompat kesini untuk dapat sedikit gambaran betapa tinggi production value kedua konser ini.
Minggu ini Super Sentai generasi 45, Kikai Sentai Zenkaiger mulai tayang dan episode pertamanya harus diakui sangat solid dan menyenangkan untuk ditonton. Karakter utama kali ini adalah tokoh yang sangat lurus dan sidekick nomor satunya adalah sebongkah mecha himbo. Saya pribadi cukup merasa perlu mengkonsumsi cerita dengan kompas moral yang sejelas ini terutama di masa-masa ramai media dengan take yang lebih sinis dan edgy ̷U̷H̷U̷K̷S̷N̷Y̷D̷E̷R̷S̷C̷U̷T̷U̷H̷U̷K̷. Teman-teman yang merasakan hal yang sama saya anjurkan untuk mengikuti generasi 45 ini.
Anjing/Siswa:
Salah satu kebiasaan buruk saya adalah untuk mengklaim sebuah lagu sebagai song of the year untuk setiap lagu bagus yang keluar sejak awal tahun, lalu digantikan oleh lagu bagus lainnya yang muncul setelahnya. Saat ini, posisi itu sedang diduduki oleh One Last Kiss dari Utada Hikaru yang bagi saya adalah pemenang secara definitif dari seluruh lagu baik yang saya sudah dengarkan sepanjang 2021. Setelah berkali-kali mendengarkan bagaimana Utada Hikaru mencoba memodernkan sound-nya pasca hiatus-nya, Lagu inilah, yang ironisnya saya rasa paling simpel, adalah yang paling berhasil. This song gets you going dan secara literal bisa dijadikan musik pengiring untuk kegiatan apapun yang sedang kalian lakukan.
Juga, bagi kawan-kawan yang sudah sekian tahun bersabar untuk bisa menonton film Rebuild of Evangelion 3.0 + 1.0, berhati-hatilah karena spoiler-spoiler dalam kedok meme sudah bertebaran di Internet. Bajingan-bajingan seperti para penyebar spoiler ini, sejatinya adalah yang akan jadi pemicu third impact.
Bagi kalian para pelanggan netflix di Indonesia, Tengen Toppa Gurren Lagann sudah tersedia di netflix untuk bisa kalian saksikan. Di dekade 2000an yang punya banyak anime yang genre-defining, Gurren Lagann adalah salah satu karya terbaik yang pernah dibuat umat manusia. Bagi yang belum pernah menonton, saya sangat merekomendasikan kalian untuk mulai dan lalu rasakan sendiri seluruh cinta dan perasaan yang ditumpahkan seluruh orang yang membuatnya. Bagi yang sudah pernah, tidak pernah salah untuk mengunjungi kembali hal sehebat ini.
Demikian akhir dari Buletin Seguecast edisi ketiga ini!
Masih perlu alasan untuk prokrastinasi? Jangan khawatir, ada sekitar 18 jam konten podcast yang bisa kalian dengarkan sebagai background noise atau pengusir serangga di official Youtube channel Seguecast.
Apabila pembaca sekalian tertarik untuk menjadi penulis kontributor di salah satu edisi Buletin Seguecast, silakan hubungi kami langsung dengan mampir di official Facebook Seguecast.
Takut kelewatan Buletin Seguecast edisi berikutnya? Follow official Twitter Seguecast yang hampir tidak pernah ngetwit apa-apa selain update buletin!
Akhir kata, apabila selama membaca segmen di atas teman-teman merasa kesal dan ingin meluapkan amarah, kami menyarankan untuk membagikan Buletin Seguecast edisi ini dan mengumumkan borok-boroknya tulisan kami dengan tombol share di bawah ini:
Sampai jumpa di edisi 4 yang pastinya tidak akan sepanjang ini lagi kita semua menyesal.